Sebenarnya, NII menghindari merekrut anak polisi dan TNI. Demi alasan keamanan.
VIVAnews - Meski menggurita, konon, Negara Islam Indonesia (NII) menghindari merekrut anak polisi dan tentara, atau yang berhubungan darah dengan aparat. Demi alasan keamanan.
Namun, yang menimpa salah satu anak anggota polisi di sebuah Polres di Riau--sebut saja R--tak biasa. Ia diduga direkrut oleh aktivis NII. "Saat ini anak polisi tersebut hilang, ia juga positif merekrut teman-temannya yang lain," kata pendiri NII Crisis Centre, Ken Setiawan saat dihubungi VIVAnews.com, Senin 9 Mei 2011.
Diceritakan Ken, orang tua korban melapor ke pihaknya sekitar dua minggu lalu. "Hilangnya sudah lama, lebih satu bulan, orang tuanya pasrah, teman-temannya juga nggak tahu," tambah dia.
Modus yang dilakukan korban, kata Ken, sama dengan kasus hilangnya sejumlah korban NII. "Menipu orang tua, mengaku menghilangkan laptop teman, identik dengan kasus yang lain," jelas dia. Bahkan sampai puluhan juta rupiah uang orang tuanya melayang.
Tak hanya di Sumatera, seorang anak polisi berpangkat Komisaris Besar di Jawa juga diduga hilang karena NII. "Ayahnya sampai dikafir-kafirkan," tambah Ken.
Mengapa anak polisi juga jadi target NII? "Karena dianggap penting, anak itu bisa diyakinkan karena dianggap bisa memberikan kontribusi besar," jelas Ken.
Biasanya, tambah dia, data bahwa korban keluarga aparat dipalsukan di tingkat bawah. "Sebenarnya bagaimana lolos agak susah. Mereka khawatir akan bermasalah, kalau ada apa-apa polisi bisa melacak. Tapi ini oknum bawah nggak mau tahu, yang penting rekrut baru, dana masuk." Namun, tak mudah untuk mendapat pengakuan korban. Kalaupun kembali ke rumah, ia akan menutup mulut rapat-rapat. Tak bakal mengaku.
Diakui Ken, sejak merebak kasus NII, pihaknya kebanjiran laporan orang hilang, sampai 2.000 laporan. Setiap laporan yang dialamatkan, jelas Ken, akan diinvestigasi, dan bahkan mengunakan cara-cara intelijen. Dan yang tak kalah penting adalah melakukan pendampingan korban dan orang tua korban.
Sebelumnya, NII Crisis Centre membeberkan daftar 175 nama yang dilaporkan menjadi korban NII tahun 2008 lalu. Kebanyakan mahasiswa, ada juga yang bidan, jurnalis, perawat, guru, juga karyawan. Orang tua mereka relatif mampu ada yang berprofesi sebagai dokter, manajer, PNS, juga wiraswasta. Mereka menjadi penduduk desa bikinan NII di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Namun, yang menimpa salah satu anak anggota polisi di sebuah Polres di Riau--sebut saja R--tak biasa. Ia diduga direkrut oleh aktivis NII. "Saat ini anak polisi tersebut hilang, ia juga positif merekrut teman-temannya yang lain," kata pendiri NII Crisis Centre, Ken Setiawan saat dihubungi VIVAnews.com, Senin 9 Mei 2011.
Diceritakan Ken, orang tua korban melapor ke pihaknya sekitar dua minggu lalu. "Hilangnya sudah lama, lebih satu bulan, orang tuanya pasrah, teman-temannya juga nggak tahu," tambah dia.
Modus yang dilakukan korban, kata Ken, sama dengan kasus hilangnya sejumlah korban NII. "Menipu orang tua, mengaku menghilangkan laptop teman, identik dengan kasus yang lain," jelas dia. Bahkan sampai puluhan juta rupiah uang orang tuanya melayang.
Tak hanya di Sumatera, seorang anak polisi berpangkat Komisaris Besar di Jawa juga diduga hilang karena NII. "Ayahnya sampai dikafir-kafirkan," tambah Ken.
Mengapa anak polisi juga jadi target NII? "Karena dianggap penting, anak itu bisa diyakinkan karena dianggap bisa memberikan kontribusi besar," jelas Ken.
Biasanya, tambah dia, data bahwa korban keluarga aparat dipalsukan di tingkat bawah. "Sebenarnya bagaimana lolos agak susah. Mereka khawatir akan bermasalah, kalau ada apa-apa polisi bisa melacak. Tapi ini oknum bawah nggak mau tahu, yang penting rekrut baru, dana masuk." Namun, tak mudah untuk mendapat pengakuan korban. Kalaupun kembali ke rumah, ia akan menutup mulut rapat-rapat. Tak bakal mengaku.
Diakui Ken, sejak merebak kasus NII, pihaknya kebanjiran laporan orang hilang, sampai 2.000 laporan. Setiap laporan yang dialamatkan, jelas Ken, akan diinvestigasi, dan bahkan mengunakan cara-cara intelijen. Dan yang tak kalah penting adalah melakukan pendampingan korban dan orang tua korban.
Sebelumnya, NII Crisis Centre membeberkan daftar 175 nama yang dilaporkan menjadi korban NII tahun 2008 lalu. Kebanyakan mahasiswa, ada juga yang bidan, jurnalis, perawat, guru, juga karyawan. Orang tua mereka relatif mampu ada yang berprofesi sebagai dokter, manajer, PNS, juga wiraswasta. Mereka menjadi penduduk desa bikinan NII di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar